Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tuan bersepatu abu-abu

Kepada :
Tuan bersepatu abu-abu, berkemeja putih kumal dan senyumnya yang sederhana istimewanya

Tuan, ketika kamu berada di posisi mu saat ini bagaimana perasaanmu? Mengagumi seorang asing yang bahkan tak kau ketahui siapa namanya, merasakan sebuah perasaan aneh  hingga kau dengan entah bodoh atau apa mencari-cari tahu seperti seorang detektif kenaaman, “siapakah orang asing yang sedang saya hadapi itu?” Dan ketika kau berhasil menemukan keping teka-teki yang hilang dari puzzle hatimu, bahagia tiada kentara bukan? Lalu diam-diam pada akhirnya kau menggantungkan harapanmu, merasakan jatuh dan patah dalam waktu yang bersamaan. Mencari-cari tahu kabarnya dan tersenyum saat membaca isi update-an timeline twitter, facebook, blognya? Walaupun kau sama sekali tak berani untuk menginginkan lebih. Sekedar menginginkan keberadaanmu diakui olehnya?
Tuan, jika kau menyadarinya perasaan yang tengah kau rasakan ini, kau mestinya tahu bahwa saya sudah khatam merasakan perasaan itu sejak mengenalmu. Bagaimana mungkin, kau jatuh hati pada orang asing yang bahkan tak kau kenali siapa dia? Seperti katamu pada timelinemu. Mungkin itu semua adalah cara konyol semesta yang seringkali mereka sebut jodoh. Ya, saya juga percaya bahwa setiap pertemuan adalah sebuah ‘jodoh’. Skenario yang telah Tuhan atur dengan sangat rapi. Bodoh? Memang! Tapi hati siapa yang bisa menduganya?
Tuan, entah saya harus bahagia atau kecewa atas kenyataan yang saya hadapi tapi yang jelas sudah sejak lama saya telah mengikhlaskan segala hal yang terjadi dalam hidupku. Pun kehadiranmu yang terkesan tiba-tiba dan terlalu cepat. Pada akhirnya, saya harus mengalah atau justru kalah pada keadaan. Bahwa mana bisa cinta hanya dirasakan oleh salah seorang saja sementara yang lainnya tak menyadari atau pura-pura bodoh untuk sekedar memahami.
Tuan, pernah suatu ketika saya berkata dengan begitu menggebu. Persis seperti yang kau katakan kemarin hari. Bahwa ada saja cara konyol semesta dalam mempertemukan dua insan manusia dalam rentetan adegan yang seringkali tak terduga. Luar biasa bukan? Tentu saja!

Tuan, harapan saya telah lama memudar. Mungkin saya telah berada di titik puncak terletih dalam hidup saya. Seperti dirimu yang semakin hari semakin jauh dan sulit sekali untuk saya ikuti dari belakang. Jalanmu terlalu cepat, atau jalan saya yang terlalu lambat atau memang jalan kita yang memang tak bersisian. Saya berbelok ke kanan sedangkan kamu memilih untuk ke kiri. Saya tahu, kamu akan tetap demikian adanya. Dan saya juga akan tetap begini adanya. Kita akan bahagia dan bersedih dengan cara kita masing-masing. Kita akan menjalani hidup dengan cara kita masing-masing. Tidak terlalu berlebihan bukan? Mau dengar pengakuan jujur saya? Sungguh, saya begitu mensyukuri kehadiranmu. Bukan kehadiranmu dalam artian sepenuhnya, hanya seperti sesosok semu yang berusaha saya hadirkan dalam kenyataan kehidupan saya. Dan nyatanya sulit memang. Saya tahu, kamu tahu. Kita sama-sama memiliki ambisi dan ego yang berbeda.
Tuan, akan datang saatnya dimana saya tidak lagi mencari tahu atau bahkan tidak akan peduli lagi pada kabar-kabar mu lagi. Namun, ada dua hal yang akan begitu saya rindukan darimu. Sejak awal hingga detik ini. Sepatu abu-abu kumal mu dan senyuman sederhana mu. Ini gila, dan saya jatuh hati padamu bukan pada paras mu pun bukan pula pada status yang kau sandang ‘seorang kenamaan yang telah malang-melintang di dunia yang—saya berharap juga ada di dalamnya’. Bukannya sombong atau merasa ‘saya yang paling hebat’ atau 'saya yang paling bisa sebab saya telah melewati salah satu pencapaian dalam hidup saya', kamu justru berkebalikan. Menutup dirimu dengan kesederhanaan yang kau miliki entah itu alami atau dibuat-buat peduli amat. Toh, saya tetap jatuh hati juga padamu.
Tuan, ini pengakuan jujur saya kesekian bahwa saya tak akan lagi berharap banyak pada mimpi-mimpi kecil itu sebab saya tahu, mimpi saya sesungguhnya barangkali tidak untuk diwujudkan bersamamu. Selamat menggantungkan harap mu, tuan!

Mita Oktavia
Mita Oktavia Lifestyle Blogger yang suka menulis, melukis, bermain game, dan bertualang | Penawaran kerja sama, silakan hubungi ke hello.mitaoktaviacom@gmail.com

Posting Komentar untuk "Tuan bersepatu abu-abu"