Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Diary ZombiGaret : Ternyata Kau Bukan Teman Baik

DULU saya terlalu egois pada kamu, dia, dan mereka. Terutama pada diri saya sendiri. Saya pikir kehidupan saya sempurna. Saya muda dan berjaya. Lagi pula perjalanan hidup saya juga masih sangat panjang. Suatu ketika sekedar penasaran, saya mencoba mendekatinya. Awalnya saya ragu, bagaimana mungkin kamu—yang jelas-jelas benda mati bisa memberikan kebahagiaan dan ketenangan bagi saya. Tapi, teman saya memaksa. Kata mereka, “coba ini deh, enak. Bisa bikin kamu nge-fly.” Saya yang waktu itu terlalu lugu dan memang senang untuk mencoba segala sesuatu yang baru akhirnya menyerah dan saya menyetujui ajakan mereka. Saya tidak tahu itu apa, hanya sebuah benda kecil panjang dan ternyata bisa dibakar. Begitu ujung benda itu terbakar, wuuuuuush! Asap putih keabu-abuan mulai mengepul. Mereka menatap saya keheranan, saya lebih heran menatap benda itu. Mereka mengangguk pada saya lalu berkata, “coba di hisap deh. Kamu akan mendapatkan sensasi-nya.”  Begitu saya hisap, saya lalu terbatuk-batuk dibuatnya. Sialan!—umpat saya kesal. Ternyata rasanya tidak enak, bahkan membuat saya terbatuk-batuk.

sumber
TANPA saya sadari, rasa penasaran yang saya miliki sudah tumbuh semakin besar dan menjelma menjadi sebuah rasa candu yang kentara. Setiap saya sedang iseng, sehabis makan, atau saat pikiran saya sedang mumet saya selalu menghisap-nya, saya mulai mencintai benda itu. Zat nikotin yang terdapat di dalamnya memang menimbulkan efek candu. Semua kebiasaan buruk itu terus saya lakukan, sempat beberapa orang terkasih memperingatkan saya untuk berhenti menyentuh rokok dan menghisap-nya seperti seorang pahlawan. Tapi saya yang dengan begitu angkuh dan egois-nya tak sedikitpun menggubris mereka. Nasehat-nasehat mereka saya anggap sebagai angin lalu saja. Saya heran, apa yang ada di pikiran mereka? Jika seandainya rokok itu memang berbahaya tapi kenapa mereka masih memproduksi dan menjualnya? Aneh. Saya bahkan tidak mengerti kenapa. Semakin dilarang, justru semakin penasaran. Mungkin itulah sifat dasar manusia pada umumnya. Terlebih saya. Semakin dilarang, justru saya semakin kecanduan.

HINGGA saya tumbuh menjadi pria dewasa yang sudah punya tanggung jawab terhadap istri dan anak saya kebiasaan saya itu tidak pernah hilang. Saya tahu istri dan anak saya terganggu dengan hal itu. Tapi lagi-lagi saya tidak mempedulikan semua itu. Malahan saya gencar menghisap benda mati itu, lalu menyembulkan asapnya ke udara dengan penuh kemenangan. Tidak ada yang bisa menghentikan saya. Tidak siapapun.

sumber
            KESENANGAN saya bersama rokok perlahan berubah, keadaan fisik saya semakin hari semakin tidak menentu. Badan saya gampang lemas, berat badan saya menurun, batuk-batuk yang tak kunjung sembuh dan sesak nafas. Istri saya menyarankan saya untuk pergi ke dokter sekedar memeriksa kondisi tubuh saya. Ternyata saya mengidap kanker paru-paru stadium lanjutan. Saya seperti kehilangan gairah hidup saya karena saya merasa hidup saya tidak sempurna lagi. Tidak ada yang bisa diharapkan dari rokok—tak berguna—hanya benda mati—yang nyatanya sudah rutin saya tabung dalam  paru-paru saya sejak muda. Kasihan benar paru-paru saya, dan paru-paru mereka perokok pasif yang berada di sekitar saya.

sumber
JIKA ada yang mengatakan, “jangan merokok, nanti kamu cepat mati.” Lalu kamu berdalih, “hidup dan mati sudah ada yang mengatur kok, dan saya tidak takut mati.” Sesungguhnya kamu telah membuat dirimu menjadi manusia yang paling menyebalkan. Hidup segan mati tak mau sepertinya layak untuk menggambarkan diri saya sekarang. Bandingkan dengan keangkuhan saya dahulu rasanya sangat ingin menangis. Kepada kamu, dia, dan mereka saya dengan tulus meminta maaf. Biarkan hanya saja saja, jangan lagi ada korban yang berjatuhan. Ternyata, rokok bukanlah teman baik saya. Saya sangat menyesal! Jika kamu membaca ini, mungkin saya telah tiada. Rokok telah mengambil masa-masa terbaik yang saya miliki dalam kehidupan saya. Dan saya melewatkan kesempatan untuk melihat putri saya tumbuh besar, memiliki teman banyak, punya kekasih kemudian menikah. Selagi masih ada kesempatan segera-lah sadar, jangan seperti saya yang sudah terlalu menyesal telah menyia-nyiakan hidup saya sendiri.


*)600 kata tidak termasuk judul dan catatan ini

Tulisan ini diikutsertakan dalam 

Lomba Menulis "Diary sang Zombigaret"

Mita Oktavia
Mita Oktavia Lifestyle Blogger yang suka menulis, melukis, bermain game, dan bertualang | Penawaran kerja sama, silakan hubungi ke hello.mitaoktaviacom@gmail.com

8 komentar untuk "Diary ZombiGaret : Ternyata Kau Bukan Teman Baik"

  1. rokok memang membahayakan,,selain berbahaya untuk kesehatan diri sendiri..berbahaya juga bagi orang2 disekitar kita yg tidak merokok,,tapi terpapar asap rokok yg kita hisap..
    selamat berlomba...semoga menjadi yg terbaik...
    keep happy blogging always..salam dari Makassar :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya membahayan banget buat diri sendiri terutama para perokok pasif yang nggak ngerokok dan cuma menghirup asap rokok aja padahal. Aamiin. Terima kasih atas komentarnya. Salam dari Bogor :))

      Hapus
  2. sesekali takapa lah merokok. keren juga itu kelihatannya.
    lagipula merokok, juga tidak dilarang dalam agama. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Permasalahannya adalah bukan pada dilarang atau tidaknya rokok dalam agama. Yang jadi masalah adalah rokok itu tidak ada manfaatnya sama sekali bagi kesehatan. Bukankah jika tidak ada manfaatnya lebih baik ditinggalkan bukan?
      Dan Merokok itu tidak keren sama sekali :))

      Hapus
  3. Saya perokok lo Mbk. Tapi ngeri juga ya kalau kayak begitu. Pengen berhenti namun belom bisa. Semoga nanti dapat berhenti dah. Berusaha dan berdo'a.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga segera berhenti ya mas, karena merokok tidak ada untungnya sama sekali :))

      Hapus