Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tanpa Judul

Hai priaku, lima tahun yang lalu kita bertemu.. pada agustus kala itu. Menjumpaimu pada suatu waktu yang tak pernah aku terka sebelumnya. Mengetahui namamu, mengenal sikapmu, mengenal kehidupanmu, terjebak kisah bersamamu. Ya, kisah yang masih terbilang polos khas anak seusia kita kala itu. Saat itu, mungkin saja aku terlalu malu, terlalu ragu atau bahkan mungkin aku tak bisa banyak berkata apa-apa walau sekedar berkata, “Rindu dan butuh”, Aku hanya dapat bersikap seolah tak peduli terhadapmu begitu juga dengan sikapmu terhadapku. Kita sama-sama terikat dalam bisu.

Hai priaku lima tahun yang lalu, Aku masih dapat mengingat dengan jelas, bagaimana aku harus bersusah payah mendongkak-kan kepalaku sedikit keatas untuk menjumpai sepasang matamu, berbicara sepatah-duapatah kata, bersenda gurau denganmu atau sekedar tersenyum kepadamu. Sungguh, Aku masih ingat dengan jelas.. Raut wajahmu yang tergambar pada waktu itu, Aku masih ingat dengan jelas bagaimana suara renyah tawamu yang masuk kedalam kedua telingaku dan kemudian tersalur hingga tersimpan dalam pikiranku. Dan lalu, diam-diam ku letakan kenangan itu dalam tempat yang paling nyaman yang dapat dengan mudahnya aku raih sewaktu-waktu aku merindukanmu.

Hai priaku lima tahun yang lalu, Ingatkah kamu? Saat bagaimana kita saling malu-malu saat orang-orang itu membiacarakan tentang kita. Tentang kebersamaan kita, tentang betapa polosnya kita, dan bagaimana kisah pertemuan kita. Aku masih ingat dengan jelas, saat diam-diam aku mencari sosokmu saat kemanapun aku pergi, ke kantin, ke lapangan, saat melintasi kelasmu. Saat menjumpai bayangmu di depan pintu kelasmu..

Hai priaku lima tahun yang lalu.. apa kau masih mengingatnya? Saat kita saling beradu senyum suatu ketika, bercanda bersama. Saat kamu menjahiliku dan nyaris membuatku terjatuh saat itu? aku masih ingat bagaima kamu selalu membuatku tertawa dengan tingkah konyolmu? Dengan lawakan garingmu? Aku masih ingat bagaimana aku menatap punggungmu hingga punggungmu lenyap dari pandanganku ketika kau pergi dan meninggalkanku dan lalu aku masih merekam bayangmu bahwa pernah suatu ketika ada kamu di depanku, dan lalu tersenyum.

Hai priaku lima tahun yang lalu mungkin semua ini terasa konyol dan sedikit gila, bahwa tingkat ketidakwarasaan akan bertambah seiring setiap kali aku  merindukanmu? Betapa aku masih ingat dan masih bisa merasakan sakitnya perpisahaan diantara kebersamaan kita yang begitu singkat. Perpisahan yang bahkan hingga saat ini tak pernah ku mengerti apa penyebabnya. Yang kutahu hanya kita saling menyalahkan diri kita masing-masing yang tak merasa tak pernah menemui kata sempurna dan tak pernah membuat salah satu diantara kita bahagia padahal sesungguhnya bersamamulah aku sudah merasa lebih daripada cukup. Kehadiranmu menggenapkan kehidupanku yang ganjil dan penuh dengan ketidakjelasaan serta ketidakwarasan logika ku.

Hai priaku lima tahun yang lalu, diantara kita berdua mungkin telah terjadi banyak perubahan dan perbedaan yang signifikan. Entah karena terlalu cepatnya kita berlari ataukah terlalu cepatnya waktu dan keadaan yang meninggalkan kita pada suatu ketika dimana kita bukan lagi menjadi kita, dan hanya tersisa aku dan kamu.

Hai priaku lima tahun yang lalu.. aku masih ingat dengan sangat jelas bagaima kita saling menjalani kehidupan kita masing-masing dengan jalan yang  berbeda dan bersimpangan. Dengan keyakinan dan ideologi-ideologi perasaan kita masing-masing. Aku masih selalu terkoneksi denganmu saat merasakan hadirmu, rasanya jantungku masih selalu berdegup walau degupnya tidak lagi sekencang dahulu. Dan kau tahu? Aku hanya dapat diam. Itulah satu-satunya cara terbaik yang bisa aku lakukan. Berpura-pura seolah aku tak pernah merasakan sakitnya memendam semua perasaan itu. Perasaan yang sudah jauh-jauh hari berusaha ku buang jauh-jauh, perasaan yang selalu menyiksaku selama bertahun-tahun lamanya. Perasaan rindu yang selalu kuabaikan bahkan kubunuh tanpa ampun dan kemudian dengan liarnya selalu tumbuh di pekarangan hatiku selepas kau pergi. 

Hai priaku lima tahun yang lalu.. maaf karena membiarkanmu pergi dariku tanpa pernah bisa aku cegah. Maaf, telah melewatkanmu dan lalu berpura-pura ikut berbahagia atas kebahagiaanmu yang pastinya kutahu bahwa kebahagiaan itu bukan untuk dibagi bersamaku. Maaf, atas perasaan yang sedari lima tahun yang lalu terus menggelayuti hatiku. Maaf.. maaf.. maaf... dan maaf atas semua hal dan kebodohan dalam hidupku.

Hai priaku lima tahun yang lalu.. kau tumbuh begitu pesat, semua hal dalam dirimu telah berubah dan kutahu semua itu adalah suatu kebaikan. Kau telah lebih baik daripada dahulu. Tapi, tak kudapati kembali tatapan hangatmu saat menatapku, tak kudapati lagi terselip ada namaku dalam sorot mata teduhmu.. tak kudapati semua itu lagi, aku tahu itu.. mungkin sudah ada orang lain dalam hatimu..
Satu hal yang tak pernah berubah bahwa tinggimu yang masih melampaui tinggiku, dan itu adalah menjadi satu-satunya hal yang tak pernah berubah dari dahulu hingga sekarang.

Hai priaku lima tahun yang lalu.. bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?
Masihkah ada namaku di hatimu? Masihkah terselip kenangan kasih kita dahulu dalam hati dan juga benakmu?

Hai priaku lima tahun yang lalu.. sesungguhnya sudah sejak lama aku bersikeras untuk mengikhlaskanmu, mengikhlaskan semua hal yang telah terjadi dan ya, aku tak pernah benar-benar dapat melakukan semua itu dengan baik.

Hai priaku lima tahun yang lalu.. tak bisa banyak kata yang dapat kuungkapkan. Hanya sebaris kata-kata, “Baik-baik ya, Aku selalu merindukanmu..”

Hai priaku lima tahun yang lalu.. apakah kau masih bersikap tidak jelas seperti menutup telepon saat lawan bicaramu belum sempat berkata apa-apa? Terjebak dalam keheningan dan diam yang panjang dan helaan nafas yang dapat terdengar dari ujung telepon tanpa berkata sepatah atau dua patah kata apapun? Sudah tidak demikian lagi, bukan?

Hai priaku lima tahun yang lalu.. apa kau tau? Kata orang tulisan adalah kata yang paling jujur saat lisan bahkan tidak mampu berkata apa-apa dan ya.. itu kelebihanku..aku lebih mampu berbicara dengan leluasa dan bebasnya lewat tulisanku, bukan lewat lisanku bukan juga lewat sikapku..

Hai priaku lima tahun yang lalu terima kasih karena beberapa hari ini kau menjadi satu-satunya alasanku untuk tersenyum..

Hai priaku lima tahun yang lalu.. saat suatu hari kau membaca ini, kuharap semuanya belum terlambat.. Bahwa masih ada yang diam-diam selalu merindukanmu dan menggantungkan harapan pada saat hujan turun.. 

Hai priaku lima tahun yang lalu.. Sungguh aku tak memaksamu untuk memiliki perasaan seperti dahulu, karena cinta bukanlah sebuah paksaan. Anggaplah ini sekedar celotehan ngelindurku, Anggaplah ini hanya angin lewat yang tak perlu kau tanggapi dengan dahi berkerut..

Hai priaku lima tahun yang lalu, selamat malam... senang mengenalmu....


Sudut kamar dekat colokan, 29 Agustus 2013_
Mita Oktavia
Mita Oktavia Lifestyle Blogger yang suka menulis, melukis, bermain game, dan bertualang | Penawaran kerja sama, silakan hubungi ke hello.mitaoktaviacom@gmail.com

Posting Komentar untuk "Tanpa Judul"