Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tentang ketidakwarasan logika



            Aku bermimpi tentang hari itu. hari dimana pertemuan kita yang pertama kalinya. Kamu tersenyum padaku, kamu menatapku, lalu—Aku terbangun.
Tidak hanya sekali, bahkan sudah berkali-kali hingga aku pun telah lelah mengingat seberapa sering bayangmu hadir. Ini adalah awal mula ketidawarasan logika ku dimulai..

Beberapa kali pertanyaan selalu muncul dalam pikiranku, tak terkecuali pertanyaan menggelitik tentang “Andai” lalu apa bedanya dengan seharusnya? Mungkin mereka serupa, karena sama-sama berisikan sebuah “pengharapan” atau malah sebuah ‘penyesalan’. Kata itu yang tak pernah ingin aku singung, karena seperti terjatuh lalu luka kemudian menggertu “Andai aku tidak berlari, pasti tak akan aku terjatuh” atau sekedar kalimat “Seharusnya aku tak pergi, sehingga aku tak mesti jatuh” lalu apa gunanya kalimat itu? jika waktu dan keadaan telah merubahnya menjadi bentuk lampau. Maksudku, sudah menjadi kejadian yang telah terlewati. Usang! 



Tidak ada gunanya, buang-buang waktu saja, bukan?

Hei logika! Sadarlah, apakah perasaan telah menyemprotkan zat-zat yang mampu membuatmu menjadi seperti ini? Gila!

Ya, andaikan tidak akan pernah ada kata ‘andai’

Sebuah goresan UNWARAS dari yang mereka sebut waras, logika

Mita Oktavia
Mita Oktavia Lifestyle Blogger yang suka menulis, melukis, bermain game, dan bertualang | Penawaran kerja sama, silakan hubungi ke hello.mitaoktaviacom@gmail.com

Posting Komentar untuk "Tentang ketidakwarasan logika "